Eks Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti resmi dilantik sebagai Anggota DPR RI periode 2024-2029. Banyak yang ragu Bu Reni bisa lolos ke Senayan. Termasuk saya.
“Sampean enggak yakin saya lolos, ya?” tanya Reni Astuti di ruang kerja pimpinan dewan Agustus 2024. Saya mengangguk dan tersenyum.
Memang agak berat dia bisa lolos. Dapat nomor urut dua dan incumbent dari semua partai maju nyaleg lagi, termasuk wakil dari PKS. Namun takdir punya cara kerjanya sendiri. Bu Reni yang lolos!
PKS di dapil Jatim I (Surabaya-Sidoarjo) berhasil mengamankan satu kursi. Bu Reni dapat 50.057 suara dan menjadi orang kedelapan dari 10 orang yang lolos ke Senayan dari dapil “neraka”.
Beberapa bulan berlalu, 1 Oktober 2024, alumni Statistika ITS itu mengirimkan fotonya di Gedung DPR RI. Pakai kebaya dengan kombinasi putih dan oranye, warna PKS.
Yang bikin pangling: Bu Reni akhirnya pakai make-up. Selama 8 tahun mengenalnya, baru kali ini saya melihat Bu Reni mau dirias. Biasanya ia tampil polosan, seperti Bu Risma.
Awal Kenal Bu Reni
Di tahun pertama jadi wartawan di Surabaya (2016) saya ngepos DPRD Surabaya. Seorang redaktur memberikan navigasi agar tidak tersesat di Yos Sudarso, sebutan untuk gedung DPRD Surabaya. “Tempel Bu Reni! Dia sumber berita dan data,” katanya.
Bu Reni jadi andalan narasumber di Komisi D (2014-2019). Sangat vokal di urusan pendidikan, sosial, dan kesra. Bu Reni juga jadi “kesayangan” ASN Pemkot Surabaya saat memperjuangkan gaji ke-13 yang sempat tak dicairkan pemkot.
Boleh jadi inilah kekuatan Bu Reni di DPR RI: dukungan ASN. Sulit melacak berapa ASN yang menyumbangkan suara untuknya. Yang jelas, Bu Reni juga mengakui faktor tersebut membuatnya lolos ke Senayan.
Di periode 2019-2024 PKS dapat jatah pimpinan dewan. Reni Astuti dipilih untuk jadi Wakil Ketua DPRD Surabaya. Di periode itu hubungan saya dengan Bu Reni agak renggang karena sudah tidak lagi ngepos di dewan.
Hubungan intens terjalin lagi 2022. Bu Reni menelepon dan meminta dibuatkan buku. Judulnya Sampai Pagi: Catatan Pandemi Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti.
Judulnya itu dipilih dari kisah Bu Reni keliling puskesmas untuk memastikan tenaga kesehatan (nakes) dan pasien aman. Ia keliling dari pagi sampai pagi. Judul tersebut juga merepresentasikan jasa nakes dan semua pihak yang menangani pandemi.
Peluncurannya tepat di Hari Pahlawan 10 November 2022. Dihadiri para petinggi Pemkot Surabaya, termasuk Wali Kota Eri Cahyadi.
Dalam pembuatannya, Reni banyak bercerita soal perjalanan hidupnya. Keluarganya menetap di Pasuruan. Namun Reni lahir di Bandung karena sang ayah yang prajurit TNI sempat dipindah tugaskan.
Reni tak lama di Bandung. Ia kembali lagi ke Pasuruan. Ia tumbuh sebagai gadis aktif suka olahraga, pintar matematika dan suka main layang-layang bikinan sang bapak.
Layang-Layang Reni Astuti
Ada filosofi soal layang-layang itu. Terbangnya layang-layang mengajarkan kita tentang pentingnya impian, tujuan, dan usaha.
Menerbangkan layang-layang membutuhkan kesabaran. Kita harus menunggu angin yang tepat dan mengatur tali dengan hati-hati. Butuh feeling dan keyakinan untuk membuatnya lebih tinggi.
Layang-layang Reni mulai diterbangkan dari Pasuruan lalu ke Surabaya. Usai lulus dari SMAN Purwosari, dia melanjutkan kuliah di Statistika ITS. Lulus 1996 dan memutuskan menetap di Surabaya setelahnya.
Pada 2004 dia menjadi Kepala Sekolah Al-Uswah Surabaya. Pada 2009 ia akhirnya terpilih untuk kali pertama sebagai Anggota DPRD Surabaya. Sampai 3 periode.
Di PKS anggota dewan yang sudah 3 periode di daerah harus naik kelas. Umumnya naik ke DPRD Provinsi. Namun Reni memutuskan untuk menerbangkan layang-layang lebih tinggi. Jauh ke barat: Senayan.
Saat itulah saya khawatir tali layang-layang putus. Risikonya memang besar. Namun, Bu Reni tak khawatir kehilangan jabatan. Nothing to lose.
Rupanya layang-layang itu masih bisa terbang lebih tinggi.
Dari Bandung, Pasuruan, Surabaya, dan kini ke Senayan Jakarta, perjalanan Reni adalah kisah tentang mimpi yang terwujud melalui kerja keras dan dedikasi. Kini, dengan segala pengalaman dan pelajaran yang ia bawa, Reni siap terbang lebih tinggi lagi, memperjuangkan aspirasi masyarakat Jawa Timur dan Indonesia.
Layang-layang itu, sekali diterbangkan, tak akan berhenti mengejar langit. (Salman Muhiddin)
Komentar Terbaru