Pembelajaran Daring Juga Harus Disiapkan
Kebijakan pemkot membuka kembali pembelajaran di sekolah menjadi perhatian dewan. Legislatif menilai pemkot harus berhati-hati. Seluruh persyaratan dan kesiapan harus terpenuhi terlebih dulu sehingga tidak memicu klaster baru. Yaitu, klaster sekolah.
Untuk memastikan kesiapan pemkot, kemarin (3/8) Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti turun ke SMPN 15. Lokasinya berada di Tanah Kali Kedinding, Kenjeran. Reni melihat langsung simulasi pembelajaran tatap muka di sekolah itu. Sabtu lalu (1/8) sekolah tersebut mengadakan simulasi yang hanya diikuti guru dan tenaga pendidik lainnya.
Sebelum masuk sekolah, pihak sekolah memastikan bahwa siswa menerapkan protokol kesehatan. Yaitu, memakai masker dan mencuci tangan.
Sekolah menyediakan sepuluh wastafel sebagai tempat membersihkan tangan.
Selanjutnya, pengecekan suhu tubuh. Siswa yang suhu tubuhnya di atas 37,5 derajat Celsius tidak diperkenankan masuk. Mereka diminta mengikuti pelajaran dari rumah.
Siswa yang suhu tubuhnya normal diperbolehkan masuk. Mereka harus melewati bilik sterilisasi untuk disemprot cairan disinfektan. Tujuannya, mematikan virus korona yang menempel di seragam dan tas.
Sebelum masuk, siswa berbaris. Jarak antar pelajar diatur minimal 1 meter. Sejurus kemudian, guru memberikan face shield atau pelindung wajah. Fungsinya, mengantisipasi perpindahan droplet.
Nah, aktivitas di dalam kelas pun diatur. Setiap kelas maksimal hanya menampung 20 siswa. Selebihnya mengikuti pembelajaran lewat daring. Ruang kelas pun sudah dilengkapi hand sanitizer.
Dari hasil pemantauan, Reni menyatakan bahwa sarana-prasarana (sarpras) di SMPN 15 sudah lengkap. Sekolah itu siap menggelar kembali pembelajaran tatap muka. ’’Protokol kesehatan sudah dipenuhi,’’ ucapnya.
Pembelajaran di kelas nanti tidak digelar setiap hari. Namun, dalam satu minggu ada dua kali pertemuan. ’’Total siswa di SMPN 15 sebanyak 1.300 anak. Nanti dibuat tiga sif,’’ terangnya.
Meski simulasi itu berjalan lancar, Reni memberikan catatan. Pertama, berkaitan dengan kondisi tubuh. Sekolah harus memastikan bahwa siswa yang masuk dan guru yang bertugas benar-benar sehat. ’’Pengecekan kesehatan harus dilakukan,’’ ujarnya.
Kedua, pemkot diminta berkoordinasi dengan sejumlah pihak sebelum resmi membuka pembelajaran. Pihak yang dimaksud adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pemprov Jatim.
Menurut Reni, informasi yang menyebutkan bahwa Surabaya sudah berstatus zona hijau masih simpang siur. Belum bisa dipastikan. Bukti itu terlihat dari laman yang diunggah Kemenkes dan Pemprov Jatim. ’’Surabaya masih merah. Artinya, tergolong daerah yang berisiko tinggi,’’ terangnya. Jadi, keabsahan klaim zona hijau masih harus dipertanyakan.
Dari data yang dihimpun, jumlah pasien positif Covid-19 mencapai 8.756 orang. Warga yang sembuh 5.381 orang. Menurut Reni, angka kesembuhan memang tinggi. Namun, setiap hari jumlah warga yang terpapar Covid-19 terus bertambah.
Ketiga, terkait dengan hasil simulasi. Menurut Reni, pemkot harus membahas detail temuan-temuan saat simulasi sembari mengundang sejumlah pakar untuk mendiskusikan langkah tersebut.
Politikus PKS itu menyarankan pemkot berdiskusi dengan pakar kesehatan, epidemiolog, pakar pendidikan, komite sekolah, hingga orang tua. ’’Semuanya dilibatkan sebelum mengambil keputusan,’’ tuturnya.
Yang tidak kalah penting adalah respons publik. Pemkot harus menyerap seluruh masukan. Baik yang setuju sekolah kembali berjalan maupun yang tidak sepakat. ’’Jangan sampai kebijakan ini coba-coba. Harus dipastikan tidak timbul klaster (persebaran Covid-19) baru,’’ tegasnya.
Selain itu, Reni mengkritisi kebijakan pemkot terkait dengan pembelajaran dalam jaringan (daring). Sebelum menggulirkan wacana sekolah kembali masuk, pemkot harus menyiapkan pembelajaran daring. Skema telah disiapkan.
Bagi yang memiliki HP, tapi terkendala tingginya harga kuota internet, pembelajaran dilakukan di balai RW dan BLC. Bagi yang tidak memiliki HP, tugas dikirimkan ke HP milik orang tua. Siswa diberi waktu untuk mengerjakan tugas.
Selain itu, pemkot menggandeng televisi untuk menyediakan pembelajaran visual. Jam pembelajaran diatur agar HP bisa digunakan secara bergantian.
Menurut Reni, pembelajaran daring sejatinya berlangsung sejak Maret. ’’Sampai kini pemkot belum memberikan solusi,’’ tuturnya.
Kritik juga disampaikan Wakil Ketua DPRD A. Hermas Thony. Ada empat poin yang disampaikan. Pertama, sekolah harus memastikan kesehatan dan keamanan siswa. Kedua, kesehatan guru menjadi perhatian. Sebab, dia mendapatkan informasi ada beberapa guru yang terpapar korona. ’’Jangan sampai siswa menjadi kelinci percobaan,’’ ucapnya.
Selain itu, pemkot harus mendapatkan surat keterangan dari wali murid. Isinya memberikan izin anaknya masuk sekolah. ’’Agar ketika ada persoalan, tidak saling lempar tanggung jawab,’’ jelasnya.
Thony juga mempertanyakan kelanjutan pembelajaran daring. Menurut dia, sistem itu jauh lebih Aman. ’’Saya lebih memilih pembelajaran daring disempurnakan,’’ tutur politikus Gerindra tersebut.
Rapid dan Swab Test untuk Skrining Awal
Persiapan pembukaan 21 SMP di Surabaya dibarengi pula dengan rapid dan swab test kepada ratusan guru kemarin (3/8). Ada saran dan masukan dari pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya Erwin Darmogo agar uji tersebut juga diberlakukan untuk siswa dan orang tua.
Kemarin siang Erwin juga termasuk yang mengikuti rapid test di Gelora Pancasila. Hasilnya, dia nonreaktif. Dalam skema Pemkot Surabaya, dia tidak perlu mengikuti swab test. ’’Bagus sekali ini ada rapid dan swab. Pemkot Surabaya terlihat serius mempersiapkan pembukaan sekolah baru,’’ ungkap Erwin setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Rencana untuk rapid dan swab test tersebut memang mengemuka sejak Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya berencana membuka 21 sekolah.
Terdiri atas 11 SMP negeri dan 10 SMP swasta. Sekolah tersebut tersebar di Surabaya Utara, Barat, Selatan, Timur, dan Pusat dengan kondisi yang beragam.
Selain rapid dan swab test, pengelola sekolah dan perwakilan guru sudah mendapatkan pelatihan manajemen risiko dan mitigasi penanganan Covid-19. Terutama terkait dengan disiplin protokol kesehatan. Setidaknya ada empat hal yang menjadi tolok ukur utama untuk sekolah-sekolah tersebut. Yakni, ventilasi, durasi, jaga jarak, dan protokol kesehatan lainnya.
Erwin mengungkapkan, dirinya mendapatkan laporan bahwa salah satu sekolah yang ikut serta dalam program tersebut sudah mencapai 80 persen persiapannya. Angka itu meliputi ketersediaan fasilitas penunjang protokol kesehatan seperti cuci tangan dan hand sanitizer serta penyemprotan disinfektan.
’’Yang 20 persennya adalah simulasi yang ini bagian juga dari asesmen. Baru setelah semua mendapatkan lampu hijau akan dikomunikasikan dengan orang tua siswa,’’ ungkap Erwin.
Maka, dia pun mendorong agar rapid dan swab test tersebut juga diikuti orang tua serta siswa. Sebab, mereka berkenaan langsung dengan pendidikan anak. ’’Biar sama-sama aman. Ya gurunya kan sudah. Perlu juga orang tua dan siswa dapat rapid dan swab,’’ paparnya.
Berdasar data pemkot, rapid dan swab test di Gelora Pancasila kemarin diikuti guru SMP se-Surabaya. Ada pula pasien rujukan dari puskemas. Dari total 1.000 kuota yang disiapkan, yang hadir 748 orang.
Hasilnya, dari jumlah tersebut, yang reaktif berjumlah 65 orang. Yang nonreaktif berjumlah 652 orang. Sebanyak 65 orang yang reaktif tersebut lantas di-swab. Juga, 30 orang lainnya.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita menuturkan bahwa tes untuk para guru SMP itu memang bagian dari persiapan untuk masuk sekolah. Jadi, ada skrining awal untuk memastikan kondisi para guru sebelum mengajar siswa. ’’Dialokasikan untuk seribu orang tadi,’’ jelas Feni, sapaan akrab Febria Rachmanita.
Sementara itu, simulasi kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka dilakukan di SMP Negeri 15 dan SMP Negeri 3 Surabaya. Simulasi diperankan guru dan tenaga kependidikan. Simulasi itu ditujukan untuk memberikan gambaran saat siswa datang, belajar, hingga pulang sekolah. Di gerbang sekolah, ada cek suhu dengan thermo gun, lantas cuci tangan, dan masuk bilik desinfektan. Sebelum belajar di kelas, guru mengingatkan kembali protokol kesehatan.
Kepala Bidang Sekolah Menengah Dispendik Kota Surabaya Sudarminto menjelaskan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas hingga jam pelajaran akan dikurangi selama pembelajaran tatap muka tersebut. Jam pelajaran yang biasanya 45 menit bisa 25 menit. ’’Kemudian, yang masuk (peserta didik) tidak perlu 100 persen, mungkin bisa 25 persen atau 50 persen. Bergantung kesiapan sarana-prasarana sekolah,’’ ungkapnya. Siswa atau guru yang memiliki penyakit bawaan juga tidak perlu masuk sekolah lebih dulu. Orang tua yang tidak mengizinkan putra putrinya masuk sekolah di masa pandemi Covid-19 juga tidak ada sanksi. ’’Jadi, gurunya harus sehat, sekolahnya harus komplet protokolnya, anaknya juga harus sehat,’’ paparnya.
Kepala SMPN 15 Surabaya Shahibur Rachman menyampaikan, pihaknya bersama 20 sekolah lain ditunjuk sebagai pilot project sekolah tatap muka di masa pandemi Covid-19. Pihaknya sudah mempersiapkan sarana-prasarana, protokol kesehatan, hingga warga sekolah. Jika sekolah tersebut dinilai layak menggelar pendidikan tatap muka, hanya 25 persen yang masuk. Mekanismenya, peserta didik kelas VII, VIII, dan IX masuk. Namun, jumlah kuotanya masing-masing 25 persen. ’’Nanti kita tata sesuai dengan kapasitas,’’ paparnya.
—
WASWAS BUKA SEKOLAH LAGI
- Harus memastikan Surabaya sudah masuk zona hijau. Artinya, persebaran Covid-19 terkendali.
- Ada koordinasi dengan Pemprov Jatim dan Kemenkes.
- Ada izin dari pemerintah daerah. Pemkot Surabaya membuat rapid dan swab test dengan kuota seribu orang bisa bertambah.
- Kesiapan protokol kesehatan. Sebanyak 21 sekolah mulai melakukan simulasi dengan menerapkan protokol Covid-19. Di SMPN 15 Surabaya, misalnya, ada rencana 25 persen siswa masuk.
- Izin orang tua dikomunikasikan pihak sekolah setelah lembaga tersebut mendapat lampu hijau untuk kembali membuka sekolah.
Sumber :
Komentar Terbaru