Bicara digitalisasi pelayanan publik di Kota Surabaya, pengembangan teknologi dan informasi hingga fasilitas maupun sarana dan prasarana yang tersedia dirasa sudah cukup memadai. Misalnya di bidang kesehatan ada E-Health, lalu administrasi kependudukan melalui Klampid, kemudian akses perizinan dengan Surabaya Single Window (SSW), lowongan kerja dengan Arek Suroboyo Siap Kerjo (ASSiK) hingga urusan marketplace UMKM Surabaya yang bisa dijangkau hanya dengan E-Peken. Hemat saya, pemanfaatan teknologi dan informasi sangat berguna serta memudahkan pelayanan masyarakat. Penghargaan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada Maret 2023 lalu jadi bukti kuat komitmen positif Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terhadap pelayanan digital. Berkaca pada hal itu maka alangkah baiknya apabila cakupan digitalisasi di Surabaya sudah semestinya dapat lebih luas, utamanya urusan pengentasan pengangguran daerah.

 

Pengentasan pengangguran butuh mendapat sorotan lebih sebagai sebuah masalah yang harus terselesaikan. Data BPS tahun 2022 menunjukan dari 1.6 juta orang jumlah angkatan kerja ada 125 ribu orang di antaranya merupakan pengangguran. Pada tahun yang sama, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Surabaya mencapai 7,62%, termasuk 10 besar TPT tertinggi di Jawa Timur. Angka itu bahkan lebih tinggi bila disandingkan TPT Jawa Timur yaitu 5,49%. Ditambah lagi dengan angka kemiskinan terbaru BPS Surabaya tahun 2023 yang menyebutkan ada 136 ribu penduduk miskin atau setara 4,65%. Dengan porsi generasi muda yang mendominasi demografi penduduk Kota Surabaya, maka pengentasan pengangguran khususnya di usia produktif perlu untuk mendapat perhatian lebih dari Pemkot Surabaya. 

 

Oleh karena itu perlu, digitalisasi pengentasan pengangguran menjadi pengembangan aplikasi berbasis anak muda. Ini sekaligus juga menjadi langkah konkret secara lebih teknis upaya tentang pemberdayaan dan dukungan bagi anak muda. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi pengentasan pengangguran berbasis aplikasi untuk anak muda yakni sebagai berikut: 

 

1. Profiling
Dengan mengetahui jumlah, sebaran, hingga profil anak muda yang tamat SMA/SMK, maka pemerintah bisa mengetahui informasi serta kebutuhan bagi para lulusan tersebut. Dengan demikian, anak Surabaya yang sudah lulus SMA/SMK lalu dia ingin berkuliah maka mereka bisa mendapat akses terhadap pendidikan tinggi. Bila kemudian tidak memiliki keterampilan, maka tersedia pelatihan skill. Berikutnya, jika tidak ada dukungan modal usaha, maka bisa terfasilitasi dengan dimungkinkan bantuan pemerintah. Begitu pula dengan lapangan pekerjaan. Alhasil tidak ada anak-anak muda yang tidak memiliki aktivitas. Sebab apabila anak muda tidak memiliki kegiatan produktif maka potensi terjerumus dalam pergaulan bebas, penggunaan narkotika dan zat adiktif terlarang maupun peluang yang mengarah pada hal-hal negatif secara umum bisa semakin besar. Meski begitu, data bukan akhir segalanya melainkan menjadi input bagi pemerintah untuk membuat kebijakan. Ini menjadi bukti riil dukungan partisipasi anak muda dalam pembangunan kota dengan melibatkan mereka dalam agenda kebijakan daerah.

 

2. Digitalisasi
Setelah mengetahui kebutuhan lulusan angkatan kerja muda, maka langkah selanjutnya adanya digitalisasi atau mengentaskan pengangguran dengan teknologi. Setiap tamatan SMA/SMK memiliki akun personal yang terlacak profilnya. Itu menyangkut tentang potret terkini aktivitas para angkatan kerja muda kita. Dengan mengetahui keadaan anak muda, maka mudah untuk melakukan intervensi kebijakan. Misalnya dengan beasiswa pendidikan bagi yang berminat studi lanjut, lalu penyaluran pelatihan kerja ke dinas tenaga kerja, pelatihan vokasi untuk persiapan kerja, entrepreneur muda hingga treatment bagi yang menemui kesulitan, kendala, atau hambatan termasuk juga anak-anak di lingkungan kampung-kampung. Sebagai generasi yang tech-savvy, menjadi lumrah bagi anak-anak muda untuk dapat dengan mudah memanfaatkan gawai mereka guna memperbarui akunnya dengan kondisi terkini mereka.

 

3. Potensi Ekonomi
Setelah profiling dan digitalisasi, maka aspek berikutnya yaitu menghubungkan antara ketersediaan SDM dengan potensi daya saing ekonomi kota Surabaya. Maksudnya, bicara ekonomi kota berarti menyangkut tentang mempertemukan antara skill dan SDM yang memadai. Dengan kata lain, Rp 34 triliun target investasi yang masuk Surabaya pada tahun ini idealnya dapat berjalan selaras dengan penyerapan tenaga kerja terampil yang tersedia. Ini perlu dipersiapkan, sehingga pemuda Surabaya menjadi daya ungkit bagi kotanya sendiri. Saat ini, Pemkot memiliki rumah padat karya yang notabene menyalurkan minat kerja bagi mereka yang berusia produktif untuk mendapat dukungan agar mandiri secara ekonomi. Namun hal ini tentu masih bisa lebih dioptimalkan lagi melalui adanya digitalisasi dan profiling untuk selanjutnya dapat berkesinambungan dalam penyerapan tenaga kerja terhadap potensi daya saing ekonomi di Surabaya. 

 

Ringkasnya, memahami anak muda melalui digitalisasi menjadi bahan acuan bagi Pemkot Surabaya dalam membuat kebijakan yang mengakomodasi. Tujuannya, tentu dapat membuat program kebijakan lebih inklusif bagi anak muda yang mengarah pada penurunan TPT sekaligus meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bicara IPM, saat ini Kota Pahlawan memiliki capaian IPM tertinggi, peringkat satu di Jawa Timur, yaitu 82,74%. Maka, dimensi standar hidup layak, pengetahuan, serta umur panjang dan hidup sehat dapat lebih ditingkatkan lagi. Karena ini menyangkut bagaimana penduduk suatu daerah dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Terakhir, bicara anggaran, sudah semestinya ada alokasi bagi pengentasan pengangguran. Namun pada prinsipnya agenda ini selaras dengan tiga hal utama yang menjadi intisari daripada penyerapan APBD. Pertama, pembangunan infrastruktur, agar tidak terjadi disparitas pelayanan di masyarakat. Kedua, perlindungan sosial, utamanya menyangkut pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Ketiga, pemulihan ekonomi, bicara perihal kesejahteraan serta bagaimana sektor finansial tumbuh. Upaya pengentasan pengangguran melalui teknologi itu pada akhirnya juga bermanfaat untuk mendukung akselerasi Indonesia Emas 2045, sehingga membangun Surabaya sama halnya dengan membangun Indonesia, sebab Surabaya sering menjadi percontohan bagi daerah-daerah lain dalam urusan kebijakan pembangunan kota.

 

Demikian, semoga bermanfaat

 

 

Reni Astuti, S.Si., M.PSDM.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya