RADJAWARTA >> Lambatnya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam melakukan pembongkaran terhadap relame ‘bodong’ terus menuai kecaman dari Anggota DPRD Surabaya. Terbaru anggota Komisi C (pembangunan) Reni Astuti menuding jika lambanya tim reklame melakukan eksekusi akibat  adanya oknum pejabat di jajaran pemkot yang bermain dengan para pengusaha reklame.

“Masyarakat sudah pada tahu, jika lambatnya pemerintah kota melakukan pembongkaran karena adanya beberapa oknum pejabat pemkot yang bermain dalam masalah reklame, oleh karena itu dalam hearing kali ini saya minta komitmen dari dinas terkait,” ujar Reni Astuti, Senin (20/2).

Reni menilai, lahirnya Perda Reklame yang disahkan DPRD Surabaya tampaknya belum ada perubahan terkait semrawutnya reklame.

“Dewan dulu sangat berharap banyak, tapi nyatanya masalah reklame tidak kunjung membaik. Bahkan sekarang malah tambah aburadul,” ujar Reni.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi C Simon Lekatompessy mengaku tak abis pikir dengan lambannya pemkot membongkar titik reklame bermasalah. ”Jika kesulitan, kesulitannya itu dimana?,” tanyanya.

Yang membuat Simon tidak habis pikir, rapat koordinasi reklame dewan tidak pernah dilibatkan. Padahal dewan merupakan patner kerja eksekutif. ”Seharusnya eksekutif dan legislatif itu satu paket itu sesuai dengan amanat undang undang. Dan yang lebih tahu soal reklame kan dewan, jika ada yang tidak tahu kita kan bisa kunker bareng,” tegasnya.

Menurut Simon dirinya merasa malu melihat klaim masyarakat yang menyatakan Surabaya sebagai kota percontohan di Indonesia. Bahkan selama ini Mendagri selalau memberikan rekomendasi untuk semua daerah agar kunker atau studi banding ke Surabaya dan tidak perlu ke Jakarta.

”Untuk menata reklame saja masih kalah dengan kota atau kabupaten lain yang jauh lebih kecil. lalu apanya yang dibuat percontohan? Bukanya itu malah membuat malu kita,” ujar Simon lagi.

Anggota Komisi yang lain Sementara Agus Santoso meminta agar Satpol PP tidak hanya menertibakan reklame besar, reklame kecil (trotoar) juga harus menjadi perhatian Satpol PP.

“Jika di temukan reklame yang berdiri di atas trotoar langsung bongkar saja, itu secara kasat mata sudah tidak benar. Kenapa mesti nunggu rekomendasi turun wong sudah jelas melanggar kok,” ujar Agus Santoso.

Ketua tim reklame Pemkot Surabaya Sri Mulyono menjelaskan jika sejauh ini tim reklame sudah banyak memberikan rekomendasi pembongkaran bagi reklame nakal kepada Satpol PP. Namun dirinya memahami jika polisi pamong praja tersebut tidak bisa serta merta melakukan pembongkaran seketika itu.

“Secara administrative kami (tim reklame, red) tidak tinggal diam. Mungkin Satpol PP masih perlu malakukan kajian kajian dan  pertimbangan lain hingga pembongkaran belum bisa berjalan secara maksimal,” ujar Sri Mulyono, Senin (20/2).

Sementara terkait dilibatkanya pihak kejaksaan dan kepolisian dalam tiap rapat reklame yang digelar pemkot, Sri Mulyono beralasan hal tersebut merupakan bentuk kehati hatian Walikota.

“Reklame itu kan tak bisa lepas dari jalan raya yang menjadi ranah kepolisian. Sedangkan pihak kejaksaan diundang untuk membantu menentukan apakah pembongkaran reklame melanggar hukum atau tidak. Keberadaan perwakilan dua institusi vertikal itu tak beda dengan konsultan,” jelas Sri Mulyono.

Plt Kabid Pengembangan Kapasitas Satpol PP Denny Christupel Tupamahu mengaku sudah melakukan penertiban sebaik mungkin. Deni menjelaskan jika hal tersebut sudah berdasarkan rekomendasi tim reklame. ”Untuk penertiban titik reklame kecil tidak ada masalah,” akunya.

Yang jadi masalah adalah penertiban reklame berukuran raksasa yang terpasang di ketinggian. Selain diperlukan kajian juga peralatan berat. Meski demikian, mantan Lurah Wonocolo ini pasang target menuntaskan pembongkaran reklame yang direkomendasi. “Tahun ini saya target penertiban reklame yang tidak berizin bisa tuntas seratus persen,” janji Deni. rw/32

Radjawarta.com | 20 Februari 2012