DPRD Surabaya, Bhirawa. Kehancuran kawasan hutan mangrove di pantai timur Surabaya (Pamurabaya) diprediksi akan terus berlangsung, akibat ketiadaan rencana perlindungan oleh Pemkot Surabaya. Aturan  pencegahan pembalakan, program pengawasan dan batas hutan konservasi Pemkot Surabaya sampai sekarang tidak jelas.

Selama ini pemkot mengandalkan Badan Perencana Pembangunan Kota (Bappeko), Dinas Pertanian (Distan) Kota dan para lurah serta camat untuk melakukan pencegah pembalakan hutan mangrove Pamurbaya, namun tidak disertai  program yang tepat dalam upaya untuk pencegahan pembalakan di tahun-tahun yang akan datang.

“Kami tengarai, pembalakan mangrove tidak akan berhenti sampai sini. Peluang pembalak mangrove di pantai timur Surabaya (Pamurbaya) justru semakin besar. Ini karena Pemkot sendiri tidak punya payung hukum atau penghalang yang jelas dan mengena pada sasaran. Sementara kebutuhan akan lahan untuk pengembangan perumahan sulit dicegah atau dihentikan,” ungkap Masduki Toha anggota badan musyawarah DPRD Surabaya, Selasa (31/5).

Berdasarkan temuan Banmus, lanjutnya, Pemkot belum memiliki anggaran pengawasan khusus untuk mengawasai keberadaan hutan mangrove di Pamurbaya. Pengawasan pada 2011 hanya dibebankan pada empat kecamatan, yakni kecamatan Mulyorejo, Sukolilo, Kenjeran dan Gununganyar.

Setiap kecamatan dari empat kecamatan itu diberi satu perahu karet dan uang pengawasan sebesar Rp 16 juta per tahun. Anggaran sebesar itu diasumsikan untuk pengawasan mangrove seminggu dua kali. Sementara empat perahu karet itu belum dioperasikan sudah rusak.

Peralatan dan anggaran untuk pengawasan mangrove Pamurbaya itu, lanjut Masduki, sangat minim dan tidak memadai dengan kondisi lapangan yang begitu luas. Kondisi tersebut menjadi sesuatu yang mustahil bagi  Pemkot bisa mengawasi dan mencegah terjadinya pembalakan.

“Ini kan terkesan guyonan. Masak luas lahan mangrove yang luasnya ribuan hektare kok cuma diawasi empat perahu karet dan biaya Rp 16 juta per tahun. Apalagi pengawasnya hanya petugas kecamatan saja,” kata politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Sementara, lanjutnya, Bappeko dan Distan tampak adem ayem terkait dengan semakin meluasnya pembalakan mangrove. Bappeko hanya terkaget-kaget dan baru bisa mengukur lokasi pembalakannya saja. Sementara, konsep ke depan untuk pencegahan pembalakaan tidak punya sama sekali. Bahkan, program penganggaran pengawasan secara permanen dan maksimal tidak dimilikinya.

Sedangkan Distan yang menjadi penjaga hutan mangrove juga tidak berperilaku layaknya lembaga yang berkewajiban mencegah pembalakan. Lembaga ini hanya membuat mangrove jadi tempat wisata dan menanam ulang saja. Padahal, seharusnya Distan ikut menjaga agar kawasan mangrove di Pamurbaya tetap terjaga dengan baik.

Reni Astuti anggota komisi C DPRD Surabaya yang juga anggota Banmus DPRD mengatakan, program pengawasan mangrove di Pamurbaya memang sangat lemah. Bahkan, peluang pembalakan masih sangat terbuka lebar.

Politisi asal Partai Kadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, ironinya pemkot tidak memiliki batas lahan koservasi yang jelas. Mana batas daratannya, mana batas pantainya dan mana batas hutan mangrovenya tidak jelas.

Bila kelurahan dan kecamatan diminta untuk mengawasi Pamurbaya, lanjutnya, dua lembaga itu diyakininya juga akan kesulitan mengawasinya. Sebab, batas daratan, batas hutan mangrove dan batas pantai Pamurbaya tidak pasti.

“Saya kira kelurahan dan kecamatan tidak akan mampu mengadakan pengawasan sendiri, mengingat luasnya area mangrove,” ujarnya.

Reni bahkan memprediksi tanpa pengawasan secara terus menerus atau rutin bisa dipastikan mangrove Pamurbaya bakal terkikis habis. “Mungkin 10 tahun ke depan mangrove Pamurbaya bakal jadi hutan bangunan, karena pengawasan dan pencegahannya sangat lemah,” ujarnya.

Kabid pengendalian dan perencanaan di  Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Dwidja Wardhana mengatakan, saat ini kawasan Pamurbaya sudah dijadikan kawasan konservasi. Pihaknya sudah memasang patok-patok sebagai tanda kawasan konservasi.  Pelaku pembalakan setelah Perda no 3/2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, lanjutnya , bisa dikenai sanksi dari pemkot dan bisa dijerat pasal pengrusakan lingkungan.

Sedangkan berdasarkan temuan Bappeko, luas daratan Surabaya terus bertambah. Semula luasnya tercatat 326,37 km persegi kini bertambah 100 hektare menjadi 327,37 km persegi. “Ini data yang kami punya saat ini,” ujarnya. [gat]

HarianBhirawa.co.id, 31 Mei 2011

http://www.harianbhirawa.co.id/konflik/31496-kehancuran-pamurbaya-diprediksi-terus-berlangsung