Oleh Reni Astuti

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya

Surabaya merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Timur. Data tahun 2018 dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 menyebutkan bahwa Surabaya dihuni oleh 2.886.000 jiwa dengan luas wilayah sebesar 350,54 km2. Artinya, tingkat kepadatan penduduk di Surabaya mencapai 8233,01 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di kota Surabaya berpotensi menyebabkan kemacetan dan kepadatan di jalan raya apabila tidak diurai dengan sistem transportasi publik yang baik. Terlebih Surabaya merupakan ibukota Jawa Timur yang memiliki fungsi sebagai pusat bisnis, perdagangan dan jasa, sehingga menarik penduduk kota di sekitar Surabaya untuk bekerja atau bersekolah di Surabaya. Tingginya aktivitas dan pergerakan di Kota Surabaya sejalan dengan tingginya angka kepemilikan kendaraan pribadi terutama mobil dan sepeda motor. Ir. Wahyu Herijanto, M.T. sebagai pakar transportasi publik ITS memberikan gambaran estimasi pada tahun 2018, 83,99% penduduk menggunakan sepeda motor dan 2,53% lainnya menggunakan mobil. Data penggunaan transportasi di Kota Surabaya menunjukkan bahwa warga Surabaya masih memilih kendaraan pribadi, salah satunya karena ketiadaan transportasi publik aman, nyaman, terjangkau dan memangkas waktu tempuh lebih cepat dibanding dengan kendaraan pribadi.

Pemkot melalui Dinas Perhubungan berupaya menjawab solusi transportasi publik dengan meluncurkan Bus Suroboyo pada tanggal 7 April 2018.  Hal ini patut diapresiasi terlebih sistem pembayaran menggunakan botol bekas sebagai upaya konkrit dalam mendukung upaya ramah lingkungan (ecofriendly). Namun sayangnya, terdapat beberapa catatan yang “membuntuti” bus suroboyo. Pertama, bus suroboyo masih menjadi sarana untuk rekreasi. Data yang dihimpun Radar Surabaya di Terminal Kasuari (https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2020/01/06/173533/penumpang-suroboyo-bus-meningkat-tambah-8-armada-lagi-tahun-ini), jumlah botol plastik yang terkumpul pada hari Sabtu Minggu sebanyak 14-15 karung sedangkan pada hari efektif hanya 8 hingga 9 karung yang masing-masing berisi 10 kg. Data tersebut menunjukkan bahwa penumpang di hari libur lebih banyak daripada hari efektif. Sehingga dapat disimpulkan, kecenderungan penumpang untuk menggunakan bis suroboyo untuk kebutuhan pariwisata di hari libur lebih banyak ketimbang untuk moda transportasi sehari-hari untuk aktivitas warga di hari efektif.  

Kedua, bus suroboyo belum mampu menjalankan fungsinya dalam mengurai kemacetan serta belum mampu menjadi alternatif transportasi publik di Kota Surabaya. Kajian UNESCAP tentang indeks transportasi publik di Surabaya menunjukkan bahwa jumlah pejalan kaki dan pengguna transportasi publik tidak menyentuh angka 10% dari total penduduk surabaya. Data tersebut disampaikan oleh Ir. Wahyu Herijanto, M.T. dalam diskusi narasumber membahas tentang transportasi publik di DPRD Kota Surabaya pada tanggal 16 Januari 2020.

Salah satu faktor sepinya peminat bus suroboyo adalah karena sistem pembayarannya hanya menerima sampah botol plastik. Sementara, warga yang ingin membayar memakai uang tidak mendapatkan layanan transportasi. Sistem pembayar tersebut dinilai tidak efektif. Mengapa bus suroboyo hanya menerima sampah plastik dan tidak dapat menerima pembayaran lainnya termasuk uang tunai? Pelat bus yang masih merah membuat pemkot tidak bisa menarik pembayaran kepada penumpang. Jika pemkot ingin mengadakan pembayaran diluar sampah botol plastik, maka pelat bus harus diubah menjadi kuning. Pada tanggal 21 Februari 2020, kami melakukan konsultasi dengan Kementerian Perhubungan setelah sebelumnya melakukan pengamatan langsung dengan menggunakan Bus Suroboyo selama empat hari selama sepekan. Banyak warga yang kecewa karena tidak bisa melakukan pembayaran tunai. Hasil dari pertemuan tersebut, kemenhub berkomitmen mempermudah prosesnya jika pemkot beritikad untuk mengubah warna pelat bus suroboyo.

Pembayaran dengan menggunakan sampah plastik tetap dapat digunakan hanya saja harus dikombinasikan dengan pembayaran lainnya.  Kemudahan pembayaran dinilai dapat memperluas jangkauan pelayanan bus suroboyo bagi masyarakat. Sehingga diharapkan dapat mengubah 20% sampai 30% masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi berpindah menggunakan transportasi publik (choice rider). Yang menarik minat choice rider untuk pindah ke angkutan umum adalah waktu tempuh yang singkat atau minimal sama dan biaya yang lebih murah. Penyediaan transportasi publik juga harus didukung dengan upaya pembatasan kendaraan pribadi melalui pembatasan kepemilikian transportasi pribadi misalnya garasi berbayar, pajak kendaraan dinaikkan, tidak boleh memiliki mobil jika tidak memiliki garasi, area gedung tidak selalu dilengkapi dengan lahan parkir serta pembatasan pada land-use.

Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Transportasi publik yang baik harus mampu menjawab persoalan tersebut. Oleh karena itu, inovasi dan Perbaikan sektor transportasi publik tentu harus terus diupayakan untuk mendukung aksestablitas wilayah dan memenuhi kebutuhan pelayanan akan sarana transportasi yang nyaman, cepat dan terjangkau bagi semua.

Artikel serupa dapat diakses di :

https://surabaya.bisnis.com/read/20200303/532/1208333/proyek-trem-jadi-pekerjaan-rumah-lanjutan-surabaya-

https://surabaya.liputan6.com/read/4193086/surabaya-bisa-punya-transportasi-massal-berbasis-rel-asal-penuhi-syarat-ini

https://republika.co.id/berita/q6hxgm428/2-tahun-operasi-suroboyo-bus-disebut-sarana-rekreasi