Oleh : Reni Astuti

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya

Ditutupnya Dolly sebagai salah satu lokalisasi terbesar di Asia Tenggara pada 18 Juni 2014 lalu tidak serta merta menghapuskan masalah yang timbul akibat adanya lokalisasi. Pasca penutupan,  Pemerintah Kota Surabaya tidak dapat meninggalkan begitu saja kawasan Dolly tanpa pemberdayaan dan pendamping pada masyarakatnya. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kelangsungan lokalisasi. Tidak hanya bisnis prostitusi tetapi juga juga pengelola wisma, pedagang kelontong, rumah makan, laundry, penjaga parkir dan masih banyak bisnis lainnya yang menginduk pada lokalisasi terancam kehilangan mata pencahariannya. Maka kemudian disinilah upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan.

Pemerintah Kota Surabaya bertindak serius dalam menangani dampak yang timbul pasca penutupan Lokalisasi Dolly. Pemkot Surabaya memberikan bekal pelatihan mulai berupa keterampilan wirausaha hingga pendampingan psikologis-spiritual. Sebagai upaya memulihkan kondisi psikologis dan ekonomi warga, pemerintah kota Surabaya melalui disperindag dan dinas sosial bekerjasama dengan LSM, akademisi, dan swasta memberikan pelatihan dan pendampingan ekonomi kepada masyarakat Putat Jaya.  Sektor ekonomi masyarakat mencoba kembali dihidupkan dengan mengalihfungsikan kawasan lokalisasi menjadi sentra Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Saat ini, Pemerintah Kota Surabaya sudah membeli beberapa wisma di Dolly yang sudah dirubah menjadi rumah produksi kerajinan tangan dan berencana menjadikan kawasan eks lokalisasi tersebut menjadi salah satu sentra UMKM terbesar di Surabaya.

Pemberdayaan UMKM di kawasan Dolly oleh pemkot Surabaya perlu mendapatkan apresiasi, terbukti dengan berdirinya rumah batik sebagai sentra UMKM Batik di Dolly dan Kelompok Usaha Bersama Mampu Jaya yang memproduksi sandal hotel.  Untuk menaikkan taraf hidup masyarakat Putat Jaya, upaya pemberdayaan UMKM seharusnya tidak berhenti sampai disana diiperlukan upaya pelembagaan UMKM di kampung. Yang terjadi selama ini, pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemkot Surabaya melalui Dinas Perdagangan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Upaya mendorong sentra UMKM di Dolly dilakukan melalui sektor pariwisata. Pada tanggal 21 Februari 2016 secara resmi Dolly ditetapkan sebagai kampung wisata. Konsep wisata kampung di perkotaan bukan sebuah konsep baru. Kota Malang contohnya menjadikan kampung tematik sebagai sarana wisata, misalnya Jodipan (kampung warna-warni) dan Kampung Biru. Konsep pariwisata perkotaan merupakan sebuah konsep rekreasi yang memanfaatkan potensi dan lingkungan di lokasi perkotaan terutama sebagai alternatif rekreasi bagi masyarakat di sekitarnya. (Yuliastiti & Subagio, 2014)[1] Daya tarik utama dari wisata perkotaan di kampung adalah dimensi lokalitas yang terbentuk sebagai hasil interaksi sosial dan budaya masyarakat lokal.  Kawasan Dolly sebagai tujuan wisata belum ditampilkan dimensi lokalitasnya. Dimensi lokalitas menghendaki wisata yang sebelum nya pasif menjadi interaktif dan bersentuhan langsung dengan budaya dan masyarakat lokal. Destinasi wisata di kawasan Dolly hanya melewati dua titik yaitu Barbara dan Rumah Batik. Selain itu, wisatawan juga tidak didampingi oleh guide yang mempromosikan sejarah, sosial dan budaya masyarakat lokal. Pariwisata yang dicanangkan oleh pemerintah Kota Surabaya di Kawasan Dolly belum digarap dengan maksimal dan belum sepenuhnya menunjang perekonomian masyarakat kawasan eks lokalisasi Dolly. Kemudian, menjadi penting dan urgen upaya merancang dan manajemen pengolaan pariwisata untuk mengangkat derajat perekonomian di kawasan eks lokalisasi Dolly.

Senin, 18 November 2019, saya berkesempatan untuk berdiskusi dengan perwakilan UMKM Dolly, Kader PKK, pengurus dan wali murid Pesantren Dolly, Jauharotul Hikmah, SMP Bahrul Ulum dan relawan serta pemuda penggiat pemberdayaan di Dolly untuk mendiskusikan permasalahan dan solusi yang dapat digagas bersama untuk memajukan kawasan eks lokalisasi Dolly. Berdasarkan forum diskusi tersebut, kami memberikan rekomendasi rancangan dan manajemen pariwisata di kawasan Dolly sebagai berikut :

  1. Musyawarah bersama masyarakat dan Pemkot Surabaya tentang perencanaan pembangunan di kawasan Dolly.

Pemkot Surabaya banyak membeli wisma-wisma di kawasan Dolly yang dulunya digunakan sebagai salon, karaoke dan panti pijat yang menyediakan jasa prostitusi. Tetapi, masyarakat tidak mengetahui perencanaan pembangunan di wisma-wisma yang telah dibeli pemkot. Kelurahan Putat Jaya dan Kecamatan Sawahan daerah wisma tersebut juga tidak mengetahui perencanaan pemkot. Artinya masyarakat lokal ditempatkan sebagai pihak yang dikenai kebijakan bukan pihak yang dapat ikut serta menentukan nasibnya dan lingkungannya dalam proses perumusan kebijakan. Masyarakat seharusnya ditempatkan sebagai subyek pembangunan bukan obyek pembangunan. Di era keterbukaan ini, masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi, turut serta dan mengawasi jalannya pembangunan. Oleh karena itu, saya mendorong kepada pemkot melalui dinas-dinas terkait untuk duduk bersama masyarakat, bermusyawarah berkaitan dengan perencanaan pembangunan di kawasan Dolly sehingga hasil pembangunan yang akhirnya kembali ke masyarakat tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat lokal.

2. Optimalisasi fungsi rumah kreatif

Saat ini, sedang dibangun rumah kreatif di kawasan Dolly oleh Dinas Koperasi dan UMKM dan perencanaan penggunaannya oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Surabaya. Selama ini rumah kreatif hanya digunakan sebagai sentra UMKM untuk menawarkan produknya. Fungsi rumah kreatif seharusnya dapat dioptimalkan, tidak hanya digunakan untuk UMKM tetapi juga untuk tempat pembinaan dan pemberdayaan pemuda di kawasan Dolly. Konsep yang kami tawarkan yaitu membentuk rumah kreatif menjadi coworking space yang memiliki dua sasaran utama yaitu pemberdayaan UMKM dan pemuda di kawasan Dolly.

  • Pelatihan dan pemberdayaan UMKM di kawasan Dolly

Rumah kreatif yang sebelum hanya digunakan UMKM untuk memasarkan produknya dapat dioptimalisasikan untuk tempat menyelenggarakan pelatihan yang berkala dan terjadwal. Pelatihan UMKM yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan riset akan kebutuhan pasar. Produk yang laku di pasar. Masalah yang selama ini terjadi UMKM sudah mampu memproduksi produk tetapi kesulitan dalam menjual dan bersaing dengan produk sejenis yang dibuat oleh perusahaan besar. Kemudian, Seharusnya pelatihan tersebut tidak berhenti pada tahap produksi saja, tetapi juga tahap distribusi dan pemasaran produk harus lebih didukung. Pelatihan UMKM harus berlangsung secara berkelanjutan dengan pendampingan dengan metode coaching atau mentoring. Sehingga memudahkan dalam pendampingan, pencapaian targaet dan evaluasi terhadap pelatihan dan pendampingan yang diberikan.

Potensi UMKM tidak hanya seputar bagaimana berjualan produk, tetapi juga ilmu berwirausaha itu sendiri. Terbukti dengan banyak mahasiswa yang datang untuk belajar langsung ilmu kewirausahaan di Dolly Saiki Point (DS Point), sentra UMKM di kawasan Dolly. Keberhasilan pembukaan sentra UMKM di DS Point maupun di Barbara menjadi angin segar bahwasanya perlu dibuat sentra UMKM serupa yang menyediakan kebutuhan pelatihan UMKM secara berkala dengan metode coaching, sentra penjualan produk UMKM dan sebagai rujukan pembelajaran wirausaha bagi kampus maupun sekolah.

  • Pelatihan dan Pemberdayaan Pemuda di kawasan Dolly.

Usaha untuk mendorong perekonomian kawasan Dolly melalui sektor pariwisata yang dapat secara langsung dikelola masyarakat membutuhkan estafet pengelolaan kampung wisata secara bertahap kepada masyarakat Putat Jaya. Kelompok yang potensial sebagai penerima estafet pengelolaan kampung wisata Dolly adalah kaum Pemuda. Untuk merealisasikannya, diperlukan pendampingan akademisi dan profesional untuk karena pemuda di kawasan Dolly belum memiliki pengetahuan tentang pengelolaan pariwisata kampung. Oleh karena itu diperlukan pelatihan peningkatan kapasitas dalam hal pemetaan potensi wisata, pelatihan untuk menjadi guide,  kewirausahaan, komunikasi, dan pemanfaatan teknologi informasi dalam konteks promosi dan pengelolaan kawasan eks lokalisai Dolly di masa depan.

3. Dolly sebagai destinasi wisata dengan kearifan lokal

Untuk mewujudkan konsep pariwisata perkotaan di kawasan Dolly yang strategis diperlukan rencana penataan lokasi berupa rencana induk dan sektoral. Rencana induk meliputi keselurahan sektor pariwisata di Surabaya, sedangkan rencana sektoral meliputi satu titik lokasi wisata dengan spesifikasi tertentu seperti wisata Kampung Dolly.[2]  Rencana induk pariwisata Kota Surabaya juga harus menjadikan Dolly sebagai destinasi wisata yang dikunjungi oleh wisatawan dalam negeri maupun asing serta mendapatkan ruang promosi sebagai destinasi yang disarankan oleh pemkot Surabaya. Sedangkan rencana sektoral kawasan Dolly membutuhkan pemetaan potensi wisata di kawasan Dolly yang matang. Potensi pariwisata di kawasan Dolly dapat dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi akademis dan ekonomi. Dalam dimensi akademis, Dolly dipandang sebagai sebuah laboratorium sosial yang mampu menyediakan nilai sejarah sebagai eks lokalisasi , realitas sosial dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat lokal kawasan Dolly. Bagi generasi milenial, kenyataan sosial tersebut hanya mampu digambarkan dalam buku-buku pelajaran dan literatur saja. Dolly sebagai laboratorium sosial mampu menyediakan ruang untuk observasi dan penelitian tidak hanya bagi generasi milenial dalam konteks ini pelajar dan mahasiswa tetapi juga menjadi rujukan laboratorium sosial bagi wisatawan asing untuk mengamati kehidupan sosial dan berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal.

Dalam dimensi ekonomi, pariwisata dapat mengangkat derajat perekonomian di kawasan Dolly. Dengan adanya wisatawan, maka geliat ekonomi akan berkembang, terutama menjadi sarana bagi UMKM untuk memasarkan produknya sebagai oleh-oleh khas Dolly. Wisatawan juga dapat mengamati dan mencoba proses pembuatan suatu produk UMKM.

Wajah eks lokalisasi Dolly sudah banyak berubah sejah resmi ditutup pada tahun 2014. Geliat perekonomian masyarakat lokal mulai bertumbuh dan semakin membaik. Namun demikian, usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat harus semakin ditingkatkan. Upaya untuk menggarap sektor wisata kawasan eks lokalisasi Dolly dapat menjadi solusi utuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan masyarakat untuk berdaya bagi dirinya dan lingkunganya sudah sepatutnya harus didukung dan terus didorong untuk menjadi lebih baik lagi. Rencana pembangunan di kawasan Dolly harus melibatkan masyarakat. Masyarakat harus menjadi subyek pembangunan yang turut andil dalam menentukan nasib dirinya dan lingkungannya. Pemkot Surabaya melalui Bappeko harus mampu mempertemukan rencana pembangunan Pemkot dengan kebutuhan masyarakat.


[1] Eka Dian Safitri, dkk. Konsep Promosi Kampung Wisata Dolly Melalui Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kelompok Karang Taruna Di Kelurahan Putat Jaya. Jurnal Pengabdian Masyarakat-LPPM ITS, hlm 3

[2] Ibid, hlm 3