“Jangan sampai guru yang mendidik anak-anak mencapai cita-cita yang tinggi ternyata masih kesulitan untuk membiayai anak-anaknya sendiri mencapai cita-cita yang tinggi. Disinilah peran pemerintah kota seharusnya hadir.

Reni Astuti, S.Si.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya

Seorang guru honorer di SD Negeri Surabaya terkulai tidak berdaya karena mengalami pembekuan darah di otak. Beliau bernama Eko Sumantoyo, bapak dari lima orang anak. Pak Eko tidak lagi bisa mengajar karena penyakit yang dideritanya. Sang istri, Siti Syamsiyah mencoba menyambung hidup dengan menjadi pengupas bawang di Pasar Manyar. Penghasilan beliau hanya sekitar 20.000 hingga 30.000 per hari. Anak pertama beliau membantu ekonomi keluarga dengan menjadi supir ojek online yang tentunya tidak cukup menghidupi 7 anggota keluarga. Dengan penghasilan yang tidak seberapa, warung kecil di depan rumah diharapkan dapat menambah penghasilan keluarga.

Saya mengetahui informasi tersebut dari grup Whatss App pada hari Sabtu, 7 Maret 2020 malam. Karena beliau adalah guru honorer, maka saya langsung menghubungi Ketua Guru Honorer di Surabaya untuk memastikan kebenaran dari berita yang saya terima. Dan saya mendapatkan penjelasan bahwa benar beliau adalah guru honorer. Kemudian hari minggu (8 Maret 2020), saya menugaskan staf saya untuk melihat kondisi tempat tinggal beliau. Dan benar dari informasi yang diperoleh oleh staf saya bahwa benar beliau bertempat tinggal di Manyar Sabrangan dan kondisi rumah tidak layak huni. Platform atap terbuka disana-sini. Genteng pun tidak ada, digantikan oleh terpal yang tentunya tak mampu menahan laju air jika hujan. Atapnya bocor. Pada saat staf saya berkunjung kesana, Pak Eko sudah dirawat di Rumah Sakit Haji berkat penanganan oleh Kelurahan, Dinas Sosial dan Puskesmas.

Kondisi Pak Eko sudah banyak diketahui dan direspon oleh Pemkot dan teman-teman DPRD Kota Surabaya. Beberapa hal sudah didampingi. Pak Eko sudah dirawat di Rumah Sakit Haji dengan biaya penuh dari Pemkot. Status pasien menggunakan SKTM, otomatis kedepan BPJS yang tidak bisa digunakan dapat diaktifkan kembali. Sedangkan rumah beliau akan diperbaiki oleh Pemkot dalam hal ini oleh Dinas Sosial dan Kelurahan karena status tanahnya juga memenuhi yaitu petok. Saya juga melihat banyak warga dan lembaga sosial yang juga membantu Pak Eko dan keluarga. Berkat pemberitaan ini, banyak yang mengetahui kisah Pak Eko dan banyak pula yang tergerak untuk peduli dan membantu. Saya mengucapkan terimakasih atas perhatian seluruh warga dan lembaga yang telah mengulurkan bantuan kepada Pak Eko dan keluarga.

Pada hari Minggu (8 Maret 2020) usai shalat magrib, saya datang menjenguk. Saya bertemu dengan istrinya dan tiga orang anaknya. Ketika di rumah sakit saya menyampaikan kepada istri beliau untuk menguatkan dan menyemangati agar Pak Eko bersabar dan mendoakan beliau agar bisa segera pulih. Semua perhatian dan bantuan yang diberikan banyak orang, saya kira itu juga merupakan buah kesabaran dan kebaikan Pak Eko serta doa dari keluarga.

Kisah Pak Eko memberikan pelajaran bahwa tingkat kesejahteraan guru, utamanya guru honorer masih rendah. Negara belum hadir dalam upaya memampukan pengajar. Ada yang dua hal penting yang menjadi catatan dalam kisah Pak Eko. Yang pertama, terkait dengan putra putri beliau. Pemkot harus memastikan anak-anakanya dan pendidikan anak-anaknya harus dikawal dengan sungguh-sungguh sebagai bentuk perhatian pemkot terhadap guru yang telah mengabdi selama 22 tahun di sebuah SD Negeri di Surabaya. Merupakan bentuk balas jasa terhadap anak-anaknya atas pengabdian bapaknya terhadap upaya mencerdaskan anak bangsa pendidikan. Harus dipastikan dan dikawal bersama agar kelima putra putri Pak Eko dapat menuntaskan jenjang pendidikan minimal hingga SMA/SMK bahkan perguruan tinggi. Dicky, putra Pak Eko yang kedua, sekarang kelas 12 di SMAN 20 Surabaya.

Kemarin saya motivasi untuk bersemangat menempuh ujian akhir dan seleksi perguruan tinggi negeri agar dapat mendapat beasiswa dari Pemkot. Saya juga mengkontak kepala sekolah SMAN 20 Surabaya untuk memastikan bahwa sekolah memotivasi Dicky. Dalam kondisi bapaknya yang sakit, ia harus tetap ujian dan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi. Pihak sekolah juga membantu pembiayaan-pembiayaan yang ada di sekolahnya. Kita pastikan itu. Saya juga pastikan Pemkot memberikan perhatian.

Yang kedua, nasib guru secara keseluruhan. Kisah ini memberikan gambaran nasib guru honorer yang belum sejahtera. Guru honorer digaji UMK tetapi tidak mendapatkan tunjangan apapun selain UMK tersebut. Dengan masa pengabdian yang sudah 22 tahun, seharusnya Pemkot menaruh perhatian lebih. Mungkin orang melihat, menjadi guru mampu. Ternyata kondisi perekonomian Pak Eko perlu mendapatkan intervensi. Sebagaimana saat ini, Pak Eko mengalami pembekuan darah di otak  sedang kondisi ekonominya juga pas-pasan.

Oleh karena itu saya mendorong Pemkot memperhatikan kebutuhan dasar guru, utamanya guru-guru honorer yang berada di Surabaya. Sebelumnya, pada tahun 2019, saya melalui badan anggaran DPRD Kota Surabaya mendorong agar gaji guru sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK). Kemudian pada Maret 2019 saya kembali menagih pemenuhan gaji guru yang seharusnya dipenuhi terhitung Januari 2019 tetapi tidak juga direalisasikan melalui interupsi dalam rapat paripurna. Saat ini gaji guru honorer telah sesuai UMK. Namun harus diperhatikan betul kondisi keluarganya. Harus dipastikan betul keluarganya dan anak-anaknya dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya. Upaya tersebut merupakan apresiasi Pemkot atas nasib guru. Tidak hanya dengan memberikan gaji sesuai dengan UMK, namun ada persoalan lain yang didalami. Jadi tidak tertutup kemungkinan bahwa guru masuk dalam kategori MBR. Harus diintervensi dan bantuan lain harus diberikan pada guru. 

Harus ada kebijakan lain yang diberikan Pemkot untuk guru pada konteks kesejahteraan guru utamanya guru-guru honorer di Surabaya. Guru yang sudah mengajar lebih dari 10 tahun harus diutamakan. Dalam kasus ini, Pak Eko telah mengajar selama 22 tahun. Perlu adanya kategori guru berdasarkan lamanya mengajar. Pada prinsipnya, kami berharap agar guru yang sudah 22 tahun  mengajar mengalami kejadian yang selama ini dialami oleh Pak Eko. Kami mengapresiasi pihak-pihak yang sudah membantu dan mendampingi, namun kasus ini harus menjadi pijakan kita untuk benar-benar memperhatikan guru secara menyeluruh. Jangan sampai guru yang mendidik anak-anak mencapai cita-cita yang tinggi ternyata masih kesulitan untuk membiayai anak-anaknya sendiri mencapai cita-cita yang tinggi. Disinilah peran pemerintah kota seharusnya hadir.  

http://www.reportaseguru.com/2016/11/Gaji-GTT-PTT-Dicairkan-Sebelum-Hari-Guru-25-November-ini-Tanggapa-Anggota-Banggar-DPRD-Surabaya.html?m=1