Terkait Rencana Penutupan Minimarket Bodong
Surabaya,Bhirawa. Pemkot Surabaya disebut telah melakukan kebohongan publik karena membatalkan rencana penutupan mini market tidak berizin alias bodong. Pasca pembatalan rencana penutupan yang seharusnya dilakukan pada, Senin (4/7) kemarin, hingga kini belum ada kepastian kapan rencana tersebut direalisasikan.

Kondisi ini diperparah setelah  pejabat pemkot saling lempar atas rencana tersebut. Plt Kepala Satpol PP Arief Budiarto menyatakan menunggu prosedur penertiban dari Ir Isna Kepala Bidang Tata Bangunan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). Sebaliknya Isna mengatakan, penutupan mini market hak sepenuhnya ada di Satpol PP.

Kondisi ini tentu saja membuat kalangan DPRD Surabaya semakin gerah. Pasalnya, pelanggaran yang dilakukan pegusaha mini market, baik itu Alfamart, Alfamidi, Alfa Exspres, Circle, Inomart, Indomart maupun yang lainnya sudah sangat jelas.

“Kami nilai pejabat Pemkot sudah melakukan kebohongan publik. Sebab, sejak 30 Juni lalu pemkot berjanji akan menertibkan mini market bodong, tapi ternyata dibatalkan. Ini kan membohongi masyarakat namanya,” kata Erick Tahalele, anggota komisi A DPRD Surabaya, Selasa (5/7).

Selain itu, melalui komisi A akan meminta agar komisinya menghadirkan Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto, pejabat DCKTR, pejabat Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan pejabat Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) untuk digelar hearing lagi.

“Ini sudah pelecehan terhadap dewan. Masa  sudah berjanji dan diingkari sendiri. Ini kan, tidak salah kalau masyarakat menilai pemkot main-main dalam soal ini,” terang politisi asal Partai Golkar tersebut.

Reny Astuti anggota Komisi C DPRD Surabaya juga mengatakan hal serupa. Dia juga merasa heran dengan Satpol PP dan pejabat lain di pemkot. “Pertanyaannya sekarang, ada apa dengan Satpol PP dan pejabat pemkot yang lain,” kata dia.

Menurutnya, pada Perda No 1/2011 tentang mini market pasal 60 sudah dijelaskan secara gamblang. Dalam pasal itu disebutkan, mini market yang sudah punya izin dan telah beroperasi selama 6 bulan harus membuat laporan progres operasionalnya. Laporan progres ini merupakan kewajiban dan harus dipenuhi semua pengusaha mini market.

Dalam laporannya, setiap mini market harus menginformasikan soal tenaga kerjanya yang sudah diserap. Kemudian, apakah tidak mengganggu perekonomian pasar tradisonal atau toko klontong di sekitarnya. Selanjutnya, bagi mini market yang tidak membuat progres tersebut diberikan peringatan keras dan yang masih bandel langsung ditutup.

“Dari situ saja sudah jelas aturannya, apalagi yang tidak punya  izin mendirikan bangunan (IMB), izin zoning, izin gangguan (HO) maupun izin usaha toko modern (IUTM). Kalau yang tidak memiliki izin tersebut sudah seharusnya ditutup. Lantas kenapa tidak ditutup. Ini kan aneh,” ungkap politisi asal PKS tersebut.

Menurutnya, DCKTR tidak punya wewenang menutup mini market seperti yang disebut Kasatpol PP Arief Budiarto. Sebab, yang paling berwenang menegakkan perda adalah Satpol PP. “Kalau begini adanya, sama artinya Satpol PP lempar batu sembunyi tangan dan sesama pejabat pemkot  saling lempar tanggungjawab,” ungkap dia.

Dia menilai pembatalan penertiban mini market melanggar perda No 1/2011 tentang mini market dan perwali no 35/2010 tentang mini market. Berdasarkan rekom penertiban dari Disperdagin yang disampaikan ke dewan, lanjutnya,  jumlah mini market yang direkom untuk ditertibkan bertambah.

Semula mini market yang harus ditertibkan sebanyak 116 unit, tapi kini menjadi 209 unit. Mini market sebanyak itu, lanjutnya, terdiri dari Indomart sebanyak 48 unit, Alfamart sebanyak 141 unit, Alfamidi sebanyak  8 unit dan Alfa Expres :sebanyak 12 unit.

“Logikanya, yang tidak memiliki izin sama sekali harus ditutup dulu dan mini mart yang pengajuan izin HO-nya ditolak harus ditutup selamanya. Ini kan aneh, kenapa penertibannya batal dilakukan,” ujarnya.

Menurutnya ada satu hal yang perlu diperhatikan lagi dalam masalah ini adalah terkait dengan kajian ekonomi. Dalam pendirian mini market juga harus ada kajian ekonominya. Setelah diteliti seksama ternyata hampir semua mini market di Surabaya yang jumlahnya sekitar 374 unit itu tidak memiliki kajian ekonomi. Apalagi kajian ekonomi itu tidak bisa diperoleh pengusaha mini market hanya dalam seminggu.

“Sebetulnya, kami harapkan pemkot tidak sekadar ngomong akan menertibkan mini market yang tidak berizin, tapi penertibannya direalisasikan itu saja,” kata dia. [gat]

HarianBhirawa.co.id, 05 Juli 2011

http://www.harianbhirawa.co.id/demo-section/copy-of-sosok/33102-pemkot-surabaya-lakukan-kebohongan-publik