Surabaya-Keberadaan minimarket yang bak jamur di musim hujan, memang membantu masyarakat. Artinya, sampai jam berapapun, karena adanya minimarket yang buka 24 jam, membuat masyarakat tak sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Namun ada juga sisi negatifnya, keberadaannya justru mematikan usaha masyarakat dengan modal kecil.

Sayangnya, minimarket yang menjamur itu berdiri tanpa prosedur yang benar. Izin yang harus dikantonginya pun kadang diabaikan. Ada beberapa izin yang wajib dimiliki suatu minimarket yang berada di hampir seluruh pemukiman warga. Yakni IMB, HO (izin gangguan), zoning, Amdalalin serta izin usaha toko moderen (IUTM).

Jika izin-izin itu tak lengkap, maka keberadaan minimarket itu jelas melanggar. Ada Perda yang mengatur masalah itu.

Sayangnya, Perda 1/2010 tentang IUTM itu bak macan ompong. Tak hanya Perdanya, aparat penegak Perda, Satpol PP juga sudah tak bertaring saat menghadapi penertiban minimarket. Berbeda saat Satpol PP menghadapi pedagang dengan modal kecil seperti PKL, tanpa sungkan dengan kenyataan yang ada, semuanya disikat tanpa solusi.

Namun mengapa dengan minimarket, Satpol PP sangat lemah? Dengan dalih atau alasan harus sesuai aturan, penertiban itu pun bertahap. Satpol PP melalui Plt Kepalanya Arief Budiarto hanya beralasan jika pada minimarket ini ada banyak SKPD yang terlibat dalam hal perizinannya.

Karena itu, untuk menertibkannya pun perlu sesuai aturan atau rapat bersama dengan seluruh SKPD terkait.

Dijelaskan Arief Budiarto, untuk menertibkan suatu minimarket, harus ada surat rekomendasi dari beberapa dinas, dalam hal ini dinas finalnya yang mengeluarkan IUTM ada di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya. Dinas inilah yang akan menyerahkan rekomendasi itu ke wali kota Surabaya untuk mendapat persetujuan penertibannya.

Sebelum dinas itu mengeluarkan surat rekomendasi, ternyata dinas itu harus terlebih dahulu membuat surat teguran selama tiga kali. Kurun satu surat selama 14 hari. Setelah tiga surat itu tak digubris pemilik atau pengelola minimarket, barulah dikeluarkan surat rekomendasi penertiban.

Berbeda dengan penertiban PKL yang berdalih Perda dan UU Lalu Lintas. Walau pedagang mengaku belum pernah ada sosialisasi penertiban maupun belum pernah menerima surat teguran, Satpol PP dengan garangnya akan menjadi aparat penegak Perda. Kesan usaha dengan modal kecil selalu dikalahkan dengan pemodal besar, sudah sangat terlihat di Surabaya ini.

Belakangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya merilis ada 209 dari 397 minimarket di Surabaya yang tak berizin lengkap. Ada yang sama sekali tak memiliki izin dan ada juga yang hanya memiliki izin sebagian. Rata-rata memang belum mengantongi izin final yakni IUTM.

Sementara 209 minimarket itu terdiri dari Alfamart sebanyak 141 gerai, Indomart ada 48 gerai, Alfa Express ada 12 gerai dan Alfamidi ada 8 gerai.

Penantian ketegasan menertibkan minimarket ini juga sudah sejak 2009, tapi hanya janji palsu saja yang diberikan pemkot.

Alhasil, bukannya pemodal semakin jera mendirikan usahanya tanpa izin, pemodal justru tertawa karena merasa aturan atau regulasi di Surabaya sangat mudah diinjak-injak.

DPRD Surabaya sudah berkali-kali membahas masalah minimarket liar ini. Bahkan dewan juga sudah meminta penertibannya, kenyataannya, rekomendasi dewan itu hanya jadi isapan jempol belaka.

Kini dua minggu pascakeluarnya rekomendasi penertiban dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya, barulah Satpol PP bergerak. Alasannya pun cukup enteng, waktu dua minggu yang tersedia dengan belum ditertibkannya minimarket, karena masih perlu rapat koordinasi dengan SKPD terkait. Padahal, untuk penertiban itu, wali kota juga sudah menyetujuinya.

Ironi, waktu bertahun-tahun untuk menertibkan ratusan minimarket nakal, hanya digunakan Satpol PP untuk menertibkan tiga minimarket saja. Itupun alasannya hanya sebagai shock therapy.

Dari 219 minimarket tak memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang menjamur di Surabaya, Satpol PP Surabaya hanya menyegel 3 minimarket saja. Ketiganya adalah Alfamart di Jalan Kalibutuh 27 B, Alfa Midi di Jalan Darmahusada 120 dan Indomaret Jalan Gunung Anyar Jaya 17-19.

“Kami melakukan penyegelan hari ini karena minimarket itu tidak mempunyai izin,” kata Plt Kasatpol PP Surabaya, Arief Boediarto, kepada wartawan di sela-sela penyegelan Alfamart di Jalan Kalibutuh 27 B, Rabu (13/07).

Arief mengatakan dasar yang digunakan dalam penyegelan adalah pasal 3 ayat 1 Perda Kota Surabaya no 1 tahun 2010 tentang penyelenggaraan usaha di bidang perdagangan dan perindustrian, pasal 59 ayat 3 dan 4 perwali nomor 64 tahun 2010 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif pelanggaran perda Surabaya no 1 tahun 2010 dan surat perintah Kasatpol PP nomor 800/1041/436.8/2011 tertanggal 11 Juli 2011.

“Kami memberikan kesempatan bagi minimarket itu untuk mengurus izin, kalau sudah lengkap, mini market itu akan kami buka lagi,” tambah Arief.

Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai kapan minimarket lainnya menyusul disegel, Arief mengaku pihaknya akan kembali berkoordinasi dengan instansi terkait terlebih dahulu.

Dari proses penyegelan tersebut, tak ada perlawanan dari para karyawan mini market. Mereka juga bersedia membubuhkan tanda tangan penyegelan mini market itu. Selanjutnya, para karyawan dipersilahkan meninggalkan mini market sebelum tanda segel dipasang.

Mengapa hanya tiga minimarket saja yang ditertibkan? Arief berkilah, tiga minimarket yang ditertibkan ini bisa dijadikan contoh pada minimarket lainnya agar segera melengkapi izinnya. Hal inilah yang dicurigai dewan, jika Satpol PP bermain dalam penertiban itu.

Pasalnya, sudah jelas jika Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya mengeluarkan daftar 209 minimarket nakal. Bahkan ke-209 minimarket itu juga sudah mendapat surat peringatan sebanyak tiga kali. Artinya, sudah tak ada niat baik dari pengelola minimarket untuk mengurus izinnya dan itu wajib ditutup.

Tapi kenyataannya, Satpol PP justru masih memberikan kesempatan kepada minimarket nakal itu untuk mengurus izinnya. Dalihnya, agar iklim investasi di Surabaya tetap baik serta pengangguran di Surabaya tak meningkat.

“Setelah melakukan penutupan ini, pihaknya akan melakukan pembinaan dengan cara mengarahkan pemilik usaha untuk segera melengkapi izinnya. Penyegelan ini juga bersifat sementara, kalau pemiliknya sudah mengantongi IUTM, maka akan dibuka lagi,” ungkap Arief Budiarto.

Sementara koordinator izin Alfamidi Surabaya, Rizqi Indrawan mengatakan, minimarket miliknya yang berada di Dharmahusada memang tidak memiliki IUTM. Dalam waktu dekat ini pihaknya akan segera melengkapinya.

Politisi di Yos Sudarso (DPRD Surabaya) Reni Astuti menegaskan, ke-209 minimarket itu memang sudah tak ada tawar menawar lagi, harus ditutup. “Terutama minimarket yang tak memiliki izin HO. Kalau izin HO tak dimiliki, maka IUTM jelas-jelas tak bisa dikeluarkan. Dari data saya, yang tak memiliki izin HO paling banyak adalah Alfamart. Diantaranya Alfamart Jl Raya Lakarsantri, Jl Lebak Indah Utara dan Jl Kertajaya 9. Ini yang harus diprioritaskan untuk ditutup. Minimarket ini sudah tak memiliki izin sama sekali,” tegas Reni.

Sementara Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Surabaya Deki Sugeng meminta agar penertiban minimarket ini harus tegas. Jangan hanya berani menertibkan PKL sementara minimarket justru dimanja.

“APKLI minta ini diteruskan. Biar bagaimanapun keberadaan minimarket sangat berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kecil, termasuk PKL,” ujar Deki.

Oleh: Windhi Ariesman & Rakhman Khariry – Editor: Masruroh

Centroone.com, 13 Juli 2011

Foto : CentroOne.com / Suryanto