Setahun Kepemimpinan Risma-Bambang

Surabaya-  Setahun kepemimpinan Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Wakil Walikota Bambang DH yang tepat jatuh, Rabu (28/9) hari ini  dinilai belum menunjukkan hasil mengembirakan. Khususnya, dalam hal pembangunan fisik berskala besar terlihat masih memble. Kondisi tersebut berbeda dengan 3-4 tahun lalu, ketika Kota Surabaya gencar membangun sarana dan prasarana kota, seperti pamasangan box culvert di Banyu Urip, frontage road di Jl. A Yani dan lainnya. Buntutnya penyerapan anggaran pun menjadi minim hanya sekitar 29,9%.

Demikian ditegaskan anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Agus Santoso, anggota Komisi C lainnya  Reny Astuti serta Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Alfan Khusaeri secara terpisah, Selasa (27/9).

Agus mengatakan, selama kepemimpinan Risma, pembangunan fisik belum terlaksana secara signifikan. Duet Risma-Bambang belum berhasil dalam hal berbagai penataan insfratsrtuktur pembngunan. ”Pembangunan tidak malah maju, tapi merosot. Banyak proyek di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terbengkalai alias tak dikerjakan. Hingga September ini pelaksanaan proyek baru antara 20-25%,” katanya.

Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Surabaya  juga menyoroti masalah persampahan kota, pendidikan, penataan dalam bidang kependudukan, lalu lintas dan kesehatan. Menurut dia, Surabaya boleh saja sukses menggondol Adipura, namun gagal mengatasi kemiskinan, pendataan kependudukan, pengendalian pengangguran, pengurangan kemacetan, pengendalian banjir dan perbaikan pasar.

 ”Belakangan ini malah banyak kasus yang melanda SKPD dan perusahaan milik Pemkot. Beberapa di antaranya ada pungli tunjangan profesi pendidik (TPP) guru, pungli di Dispendukcapil, kebocoran uang di Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS),” kata Agus.

Menurut dia, belakangan banyak SKPD yang dipimpin Srikandi atau kepala dinas perempuan, tapi kenirja para Srikandi ini belum menunjukkan kerja yang optimal. Sebab, baik penyerapan anggaran maupun pelaksanaan perencanaan belum bagus.

Beberapa proyek pembangunan yang bisa disebut macet di antaranya pembangunan gedung RSUD dr Soewandhie senilai Rp 26 miliar, pembangunan gedung kesenian (eks-Mitra) Rp 22,3 miliar, box culvert di Kali Kebun Agung Rp38 miliar, pompa air di Greges Rp 30 miliar,proyek jalan akses TPA Benowo Rp 13,7 miliar, pembangunan gedung SMKN Tengger-Kandangan Rp 30 miliar, pembangunan gedung SMKN Tanah Kali Kedinding Rp 30 miliar.

Imbasnya pada serapan anggaran pembangunan yang minim. Dampak lainnya, pelayanan kepada masyarakat semakin tidak maksimal. Karena, seharusnya masyarakat sudah bisa menerima layanan lebih baik dan cepat bisa terkendala karena hal tersebut. Setahun Risma menjabat sebagai wali kota,juga disibukkan dengan kebuntuan komunikasi politik dengan legislatif.

Reny mengatakan, dari sisi keindahan bisa dikatakan berhasil seiring banyaknya taman. Namun untuk sisi tata transportasi dan pembangunan fisik masih belum bagus.

Sementara Alfan lebih menyoroti, proyek nasional di Kota Pahlawan tidak akan jalan selama tidak ada kesamaan persepi antara pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Seperti halnya pembangunan tol tengah di Surabaya yang hingga kini belum ada kesamaan, dimana pemerintah pusat dan provinsi menghendaki tol dibangun, namun pemerintah kota menolak karena tidak sesuai rancangan tata ruang wilayah (RTRW).

“Selama belum ada kesamaan, pembangunan itu tidak akan jalan,” katanya.

Apalagi, lanjut dia, RTRW baru yang diajukan pemkot ke DPRD Surabaya hingga kini belum selesai dalam pembahasan di DPRD Surabaya lantaran belum ada persetujuan dari Gubernur Jatim.

Menurut dia, antarinstansi pemerintahan masing-masing memiliki alasan terkait pembangunan tol tengah. Semua itu, lanjut dia, bisa berdampak kepada pembangunan-pembangunan lainnya seperti transportasi massal berupa monorel (kereta api yang berjalan di atas rel tunggal) dan trem (kereta dalam kota yang dijalankan oleh tenaga listrik).

Bawahan Bermain

Sementara pengamat  Hukum Universitas Airlangga (Unair) I Wayan Titib Sulaksana menilai, Walikota Surabaya Tri Rismaharini   sebenarnya sosok pemimpin yang bersih. Ia seperti birokrat kebanyakan yang menjalankan tugas dengan prosedur yang ada. Tapi bawahannya yang terus menggerogoti.

“Jika walikota tak segera mengkondisikan bawahannya atau orang di sekelilingnya, maka pada saatnya nanti bisa berubah menjadi sebuah ancaman,” katanya.

Menurut Wayan, para bawahan banyak yang ingin bermain dan bisa merusak citra walikota sendiri. “Saya kenal bu Risma, dia orang yang jujur, tapi mereka yang ada di sekitarnya yang merusak,” ujarnya.pur

SurabayaPost.co.id, 28 September 2011