’’Setiap kepala sekolah harus tahu jumlah siswanya yang terkendala akses internet,’’

Reni Astuti
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya

JawaPos.com – Pemkot Surabaya mencari solusi dari keluhan warga terkait dengan pembelajaran jarak jauh. Pemkot ingin menjadikan balai RW dan broadband learning center (BLC) sebagai tempat belajar bagi siswa tidak mampu. Bahkan, disediakan anggaran Rp 11 miliar untuk menambah fasilitas balai RW agar selaras. Untuk mewujudkannya, masih banyak kendala. Kondisi balai RW ternyata beragam. Bahkan, tidak ada komputer.

Sejatinya masalah utama siswa belajar secara daring atau online adalah kuota internet yang tidak murah. Ada pula keluarga yang belum memiliki ponsel. Balai RW selama ini diklaim sudah memiliki jaringan internet yang dibiayai pemkot dan sudah dilengkapi pula dengan seperangkat komputer.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan, balai RW hanya perlu ditambahi sarana seperti printer dan kertas sehingga siswa bisa dengan lebih mudah mengerjakan tugas. Tugas tidak hanya diberikan lewat telekonferensi, tetapi juga melalui e-mail. Jumlah anak yang mengerjakan tugas di balai RW atau BLC dibatasi. Mereka harus berasal dari kalangan kurang mampu. ’’Kalau lewat e-mail, anak-anak bisa nyetak di situ. Makanya, kami sediakan kertas. Kami sediakan printer agar anak-anak bisa print dan cetak di balai RW atau BLC,’’ papar Risma Sabtu (18/7).

Dia mengungkapkan, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 11 miliar untuk enam bulan. Pemkot akan menambah router untuk memperkuat jaringan internet. Cara tersebut dianggap jauh lebih hemat daripada menyediakan sambungan internet untuk anak-anak yang bisa menelan anggaran Rp 13 miliar dalam sebulan.

’’Kalau kami hanya nambah router, belikan printer, kemudian belikan kertas itu sebelas miliaran rupiah selama enam bulan. Sebab, kami sudah bayar sambungan internet ke RW,’’ ungkap Risma.

Akan ada survei lebih dulu di balai RW untuk memastikan kondisi dan menghitung kebutuhan. Survei ditangani bagian pemerintahan dan otonomi daerah.

Kondisi setiap balai RW memang berbeda. Ketua RW 6 Kelurahan Rangkah Sigit Sudartono menjelaskan bahwa selama ini fasilitas internet yang didapatkan dari pemkot berupa modem wifi. Jatah Rp 100 ribu sebulan dianggap cepat habis. Selain itu, belum ada bantuan komputer sampai sekarang. ’’Komputer tidak ada. Mulai dulu, tujuh tahun lalu. Jadi, di RW ndak ada,’’ kata Sigit, Sabtu.

Dia menyarankan, bila memang balai RW dijadikan sebagai tempat belajar, siswa bisa menggunakan jaringan internet yang unlimited. Sebab, siswa kadang tidak hanya belajar. Mereka juga mengerjakan tugas-tugas lain. ’’Kadang ada anak yang ngegame. Kita kan tidak bisa terus-menerus mengawasi. Bahkan, mereka bisa bobol password internet pakai aplikasi kalau tidak dikasih password-nya,’’ jelas Sigit.

Wakil Ketua RW 14 Kali Rungkut Joko Murijantono menyatakan, akses internet di balai RW juga tidak selalu aktif. Dia menyebutkan, sekitar dua bulan lalu, akses internet tidak aktif lagi. ’’Tapi, kalau dibayar sekarang, ya bisa. Sekarang masih diberhentikan,’’ kata dia.

Di balai RW tersebut, tidak ada komputer. Balai RW itu memang punya tempat di lantai 2 yang bisa saja dijadikan sebagai tempat belajar.

Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti menegaskan, keluhan akses internet dan konten pembelajaran yang perlu inovasi itu sudah lama muncul. Terutama sejak awal merebaknya pandemi Covid-19. ’’Sekitar 35 persen siswa SD-SMP itu mengalami kesulitan akses internet. Ada yang karena paket data, satu lagi karena tidak punya gawai. Gawainya dipakai orang tuanya untuk ojek online,’’ papar Reni.

Dia berharap ada mapping dari dinas pendidikan untuk mendata siswa yang sulit mengakses pembelajaran secara daring. Pendataan itu akan memudahkan untuk memetakan kondisi siswa dan penanganannya. ’’Setiap kepala sekolah harus tahu jumlah siswanya yang terkendala akses internet,’’ ungkap Reni.

Solusinya bisa menggunakan modul pembelajaran yang diberikan kepada siswa sepekan sekali. Soal akses internet, sudah ada contoh baik di kampung internet di Sukomanunggal. ’’Satu gadget hanya bayar Rp 500 sehari,’’ kata dia.

Sementara itu, guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr Mustaji menjelaskan bahwa pemberlakuan sistem daring harus lebih dulu ditelaah dan disesuaikan dengan sejumlah kondisi. Yaitu, kondisi siswa, guru, mata pelajaran, serta pembelajaran. ’’Tidak bisa digebyah-uyah (dipukul rata, Red),’’ tuturnya.

Kombinasikan Banyak Program saat Daring

Pembelajaran secara online atau dalam jaringan (daring) memang memberikan banyak tantangan bagi siswa dan guru. Dalam prosesnya, pihak sekolah harus menyesuaikan dengan keadaan siswa masing-masing. Jarang sekali ditemukan satu pengajar hanya menggunakan satu aplikasi. Penggunaan beberapa aplikasi itu bisa saling melengkapi kekurangan aplikasi satu dan lainnya.

Misalnya, yang dilakukan di SMA Kr Gloria 1. Siswa di sekolah yang terletak di Sukomanunggal tersebut memanfaatkan paling tidak tiga aplikasi program. Untuk pengajaran secara klasikal, mereka menggunakan video conference Zoom. ’’Sedangkan learning system yang berisi materi sekolah dibantu dengan Schoology,’’ tutur Kennedy Yuandy, kepala SMA Kr Gloria 1.

Untuk pemberitahuan informasi masal dan sistem komunikasi, mereka juga memakai Gloria Apps. Hal tersebut digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antara siswa, orang tua, dan guru.

Hal serupa diungkapkan Evlin Trihandari, Humas SD Margie. Di sekolahnya, Evlin juga menggunakan kombinasi dua aplikasi. Satu aplikasi chat room seperti Telegram, satunya untuk video conference. ’’Sebelumnya sempat pakai Zoom, sekarang Microsoft Teams,’’ ucapnya.

Aplikasi Telegram biasanya digunakan untuk komunikasi dua arah antara siswa dan guru. Selain itu, materi dikirim melalui chat room. ’’Guru bikin materi dalam bentuk video tutorial sebelum kita masuk kelas video conference,’’ jelas Evlin.

Selain menggunakan fasilitas aplikasi yang ada, sekolah bisa memanfaatkan fasilitas yang digandeng pemerintah. Melalui Kemendikbud, pemerintah sudah menawarkan portal Sekolahmu. ’’Kami termasuk pakai Sekolahmu. Jadi, siswa bisa akses materi dari tempat lain dan kami juga bisa unggah materi kami sendiri,’’ ucap Principal Sekolah Cikal Hasto Pidekso.

Selama ini, pihaknya melakukan live teaching dengan Zoom. Pihaknya juga merekam pengajaran live teaching tersebut untuk diunggah. ’’Ini agar orang tua siswa juga bisa melihat materi apa hari ini. Usai pulang kerja, misalnya,’’ kata Hasto. Sistem pembelajaran mereka juga menggunakan Google Classroom agar data siswa selalu tercatat rapi.

Selain pembelajaran klasikal, sistem pembelajaran daring membutuhkan beberapa inovasi agar tetap memberikan dampak optimal. Ahli psikologi pendidikan dari Universitas Ciputra Meilani Sandjaja MPsi berbagi beberapa cara pengajaran inovatif. Setelah penyampaian materi, siswa mesti diberi sesi refleksi.

Mei menegaskan, refleksi pembelajaran siswa tak harus melalui tugas. Mei mencontohkan sesi kuis singkat sebagai exit ticket. Sebelum keluar dari video conference, siswa harus memberikan kesimpulan singkat mengenai materi hari itu. ’’Jadi, sekolah ini isinya bukan hanya tugas online terus,’’ imbuhnya.

Selama pembelajaran, Mei menekankan pentingnya melibatkan aspek fisik siswa. Caranya, bisa meminta siswa mencari benda yang sesuai dengan pembelajaran. ’’Belajar bentuk persegi panjang, ambil benda apa yang sesuai,’’ tuturnya. Guru juga bisa menggunakan sistem role-play untuk mempelajari karakter tertentu. Dengan begitu, ada interaksi yang lebih menarik.